10/19/2009

Membangun Karakter Melalui Pendidikan

Gbr. acicis.murdoch.edu.au
Kalau kita mencermati apa yang terjadi di sekitar kita saat ini, kadang kita akan mengurut dada sambil menghela nafas dalam-dalam, lalu bertanya dimanakah julukan bagi negeri ini “bangsa yang santun, bangsa yang ramah, bangsa yang religius, bangsa yang memiliki rasa kekeluargaan tinggi, negeri yang cinta damai…” dan sebutan-sebutan lain yang sungguh menyejukkan hati setiap pendengarnya?
Nampak-nampaknya julukan itu saat ini hanya tinggal kenangan. Lihat peristiwa-peristiwa di sekeliling kita. Berita tentang kekerasan hampir tiap hari dapat kita temukan di media cetak, Televisi atau media lainnya. Demonstrasi yang berakhir anarkhis juga demikian.
Sungguh ...mengerikan. Maka wajar jika akhir-akhir ini banyak warga asing yang akan berhitung ulang ketika akan berkunjung ke negeri tercinta ini. Ini Sungguh berbeda dengan beberapa puluh tahun silam. Mereka menjadikan negeri ini sebagai tujuan utama untuk berlibur, berwisata, menghilangkan kejenuhan dari negeri mereka masing-masing
Lalu Kenapa hal ini berubah begitu cepat? Tentu kalau kita kaji lebih dalam, masalah ini bagai mengurai benang kusut. Rumit dan rumit. Namun demikian kerumitan serumit apapun sekiranya titik persoalannya bisa diurai, maka masalah tersebut bisa dikurangi. (kalau memang tidak bisa dihilangkan)
Pendidikan, berbicara tentang masalah ini sungguh sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, dalam setiap permasalahan yang timbul di masyarakat, pendidikan selalu termasuk yang disorotnya. Gejolak apa pun.
Ada sebagian dari mereka menyatakan bahwa pendidikan kita sekarang ini harus direformasi, karena apa yang selama ini diajarkan toh tidak membawa pengaruh yang signifikan dalam perubahan karakter manusia yang berujung pada karakter bangsa. Tetapi juga tidak menutup mata ada sebagian yang tetap ingin bertahan dengan gaya seperti ini.
Lalu harus bagaimana?
Dunia telah mengalami perubahan yang begitu cepat; tatanan nilai berubah, pengetahuan manusia berubah, gaya hidup berubah, dan hampir seluruh lini kehidupan manusia berubah.
Akankah kita tetap bertahan dengan pola lama? Tentu pilihan yang bijak “tidak akan demikian”, itu artinya dalam dunia pendidikan pun harus ada perubahan, agar misi utamanya yaitu membangun karakter manusia Indonesia yang berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, religius dan lain-lain dapat terwujud.
Terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan saat ini sedang gencar digali agar pembelajaran yang berlangsung dapat memberikan pemaknaan yang lebih dalam bagi para generasi penerus.Perhatikan satu diantaranya yaitu “Pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual” . Pembelajaran ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Sungguh luar biasa. Melihat hal ini sudah saatnya proses-proses pembelajaran harus mengaarah ke arah sana. Menurut hemat saya pembelajaran seperti itu akan jauh lebih menyentuh dan memberikan makna yag sangat dalam. Mengapa demikian, karena dalam pembelajaran ini meliputi beberapa aspek yang cukup penting :

1. Konstruktivisme
Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru.

2. Menemukan
Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).

3.Bertanya
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (quesioning).
Guru dan siswa senantiasa mengembangkan pertanyaan agar menumbuhkan rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan. Hal ini juga merupakan alat bagi siswa untuk dapat menyelesaikan masalah belajar ketika mendapati tantangan.

4. Masyarakat Belajar
Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerja-sama
antarsiswa. Praktiknya antara lain:
– Pembentukan kelompok kecil/besar
– Bekerja dengan kelas yang sederajat
– Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
– Bekerja dengan masyarakat.
Komponen ini sangat penting bagi upaya terwujudnya nilai demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan orientasi pada keunggulan.

5, Modeling.
Memodelkan (modelling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
Banyak para pejuang di negeri ini yang patut untuk dibanggakan dan diteladani. Kita meneladani kejujurannya, kita meneladani keteguhan hatinya, jiwa rela berkorbannya demi bangsa, dll.
Komponen ini dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, iman, dan taqwa, cinta tanah air, dan kreatif.

6.Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya pada hari itu, baik berupa catatan atau jurnal di buku siswa, kesan maupun saran siswa. Komponen ini dapat melahirkan kesadaran untuk senantiasa berinterospeksi diri setiap kali telah melakukan sesuatu.

7.Penilaian Yang Sebenarnya
Komponen ini diharapkan mampu membiasakan siswa untuk senantiasa dapat mengukur diri apakah sudah baik? Apakah sudah maju? Apakah sudah berhasil? Adakah hambatan? Atau bagaimana cara mengatasi hambatan?
Anak-anak yang sejak dini terbiasa dengan hal ini akan tumbuh menjadi generasi yang tangguh dan mampu secara obyektif menempatkan dirinya sesuai ddengan tanggung jawabnya kelak.
Hanya melalui pendidikan sejak dini dengan pola asuh yang demikian , maka citra bangsa kita tercinta yang akhir-akhir ini memprihatikan, lima, enam atau berapa tahun lagi pasti akan kembali semula.
Insya allah.

Referensi :

http://bpgdisdik-jabar.net/materi/14_smp_bing_1.pdf
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/
http://karso.mulyo.blog.plasa.com/2009/02/01/membangun-karakter-bangsa-melalui-pembelajaran-kontekstual/

Baca Selengkapnya ..

10/18/2009

Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar dengan Lesson Study

Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan Lesson Study untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Adapun manfaat yang dapat diambil Lesson Study, diantaranya: ...

(1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya,
(2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota lainnya,

(3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
Lesson Study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari:
(a) perencanaan (plan);
(b) pelaksanaan (do);
(c)refleksi (check); dan
(d)tindak lanjut (act).

A. Pendahuluan

Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filsafiah sampai dengan hal–hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun vokasional.
Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk diperbincangkan yaitu tentang Lesson Study, yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini, Lesson Study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif.
Dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara ringkas tentang apa itu Lesson Study dan bagaimana tahapan-tahapan dalam Lesson Study, dengan harapan dapat memberikan pemahaman sekaligus dapat mengilhami kepada para guru (calon guru) dan pihak lain yang terkait untuk dapat mengembangkan Lesson Study lebih lanjut guna kepentingan peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa.

B. Hakikat Lesson Study
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:
“lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues”.
Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk :

(1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar;

(2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study;

(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif.

(4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.

Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:

1. Tujuan bersama untuk jangka panjang.
Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.

2. Materi pelajaran yang penting.
Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.

3. Studi tentang siswa secara cermat.
Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.

4. Observasi pembelajaran secara langsung.
Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat:

(1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa,

(2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan,

(3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study),

(4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa,

(5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran,

(6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan

(7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.

Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya:
(1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya,
(2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan
(3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru.
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.

C. Tahapan-Tahapan Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu :
(1) Perencanaan (Plan);
(2) Pelaksanaan (Do) dan
(3) Refleksi (See).

Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:

1. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.

2. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.

3. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.

4. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.

5. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa

6. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.
Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study

1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.

2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:

1. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.

2. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.

3. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.

4. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.

5. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.

6. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.

7. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.

3. Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.
Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.

4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial.
Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.

Rujukan:

1. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-proses-dan-hasil-pembelajaran/

2.Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project.online: http ://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm

3.Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm

4.Lesson Study Research Group online: http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html

5.Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat

6.Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study

Baca Selengkapnya ..

10/01/2009

Birulwalidain (Berbakti kepada Orangtua)


“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, ….” (QS. 4:36)
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Seutama-utamanya amal ialah sholat pada waktunya ,berbuat baik kepada ibu-bapak dan jihad fii sabilillah” (HR Annas)
Menurut hadits di atas bahwa peringkat amal yang utama ialah:
1. Sholat pada waktunya
2. Berbuat kepada ibu-bapak
3. Jihad fii sabilillaah
Rasulullah saw juga bersabda yang artinya: “Paling besar-besarnya dosa besar ialah syirik kepada Allah dan membunuh manusia, dan menyakiti hati ibu bapak dan sumpah palsu”.(HR Annas)
Menyakiti hati kedua orangtua adalah salah satu dosa besar, bahkan menduduki peringkat ketiga dosa-dosa besar sesuai dengan hadits tsb. Maka tentunya kita harus berhati-hati dalam menjaga dan menyikapi keberadaan orangtua kita.

Di zaman Rasulullah SAW ada seorang pemuda yang bernama Alqomah, ia rajin beribadat. Suatu hari ia jatuh sakit yang hebat, maka isterinya menyuruh ....
orang memanggil Rasulullah dan mengabarkan suaminya sakit kuat dan dalam sakaratul maut. Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh Bilal r.a, Ali r.a, Salamam r.a dan Ammar r.a supaya pergi melihat keadaan Alqomah. Ketika mereka sampai ke rumah Alqomah, mereka terus mendapatkan Alqomah sambil membantunya membacakan kalimah La-ilaa-ha-illallah, tetapi lidah Alqomah tidak dapat menyebutnya.
Ketika para sahabat mendapati bahwa Alqomah pasti akan mati, maka mereka menyuruh Bilal r.a supaya memberitahu Rasulullah tentang keadaan Alqomah. Ketika Bilal sampai di rumah Rasulullah, maka bilal menceritakan segala hal yang berlaku kepada Alqomah. Lalu Rasulullah bertanya kepada Bilal; "Wahai Bilal apakah ayah Alqomah masih hidup?" jawab Bilal r.a, " Tidak, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya". Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal; "Pergilah kamu kepada ibunya dan sampaikan salamku, dan katakan kepadanya kalau dia dapat berjalan, suruh dia datang berjumpaku, kalau dia tidak dapat berjalan katakan aku akan ke rumahnya".
Maka ketika Bilal sampai ke rumah ibu Alqomah, ia berkata seperti yang Rasulullah pesankan kepadanya, maka ibu Alqomah berkata " Aku lebih patut pergi berjumpa Rasulullah". Lalu ibu Alqomah mengangkat tongkat dan berjalan menuju ke rumah Rasulullah. Maka bertanya Nabi s.a.w. kepada ibu Alqomah "Terangkan kepada ku perkara yang benar tentang Alqomah, jika kamu berdusta niscaya akan turun wahyu kepadaku". Berkata Nabi lagi "Bagaimana keadaan Alqomah?" jawab ibunya; "Ia sangat rajin beribadat, ia sembahyang, berpuasa dan sangat suka bersedekah sebanyak-banyaknya sehingga tidak diketahui banyaknya". Bertanya Rasulullah; "Bagaimana hubungan kamu dengan dia?", jawab ibunya " Aku murka kepadanya", lalu Rasulullah bertanya: "Mengapa", jawab ibunya :"Kerana ia mengutamakan istrinya dari aku, dan menurut kata-kata isterinya sehingga ia menentangku".
Maka berkata Rasulullah: "Murka kamu itulah yang telah mengunci lidahnya dari mengucap La iilaa ha illallah", kemudian Nabi s.a.w menyuruh Bilal mencari kayu api untuk membakar Alqomah. Ketika ibu Alqomah mendengar perintah Rasulullah lalu ia bertanya; "Wahai Rasulullah, kamu hendak membakar putera ku di depan mataku?, bagaimana hatiku dapat menerimanya". Kemudian berkata Nabi s.a.w; "Wahai ibu Alqomah, siksa Allah itu lebih berat dan kekal, oleh karena itu jika kamu mau Allah mengampunkan dosa anakmu itu, maka hendaklah kamu mengampuninya", demi Allah yang jiwaku ditanganNya, tidak akan guna sembahyangnya, sedekahnya, selagi kamu murka kepadanya". Maka berkata ibu Alqomah sambil mengangkat kedua tangannya; "Ya Rasulullah, aku persaksikan kepada Allah di langit dan kau Ya Rasulullah dan mereka-mereka yang hadir di sini bahawa aku ridha pada anakku Alqomah".
Maka Rasulullah mengarahkan Bilal pergi melihat Alqomah sambil berkata; "Pergilah kamu wahai Bilal, lihat Alqomah dapat mengucapkan La iilaa ha illallah atau tidak". Berkata Rasulullah lagi kepada Bilal ; "Aku kawatir kalau kalau ibu Alqomah mengucapkan itu semata-mata kerana pada aku dan bukan dari hatinya". Maka ketika Bilal sampai di rumah Alqomah tiba-tiba terdengar suara Alqomah menyebut; "La iilaa ha illallah". Lalu Bilal masuk sambil berkata; "Wahai semua orang yang berada di sini, ketahuilah sesungguhnya murka ibunya telah menghalangi Alqomah dari dapat mengucapkan kalimah La iila ha illallah, kerana ridha ibunyalah maka Alqomah dapat menyebut kalimah syahadat". Maka matilah Alqomah pada waktu setelah dia mengucap.
Maka Rasulullah s.a.w pun sampai di rumah Alqomah sambil berkata; "Segeralah mandi dan kafankan", lalu disembahyangkan oleh Nabi s.a.w. dan sesudah dikuburkan maka berkata Nabi s.a.w. sambil berdiri dekat kubur; "Hai sahabat Muhajirin dan Anshar, barang siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya maka ia adalah orang yang dilaknat oleh Allah s.w.t, dan tidak diterimanya daripadanya ibadat fardhu dan sunatnya.

Baca Selengkapnya ..
Terima kasih atas kunjungannya ya....

Kalo ada waktu mampir lagi donk .... :)