4/28/2009

Membangun Kepercayaan Diri Siswa Saat Hadapi UN


Ujian nasional 2009 SMA/MA/SMK telah berlalu beberapa hari, namun masih terasa hingga saat ini bagaimana kegelisahan para siswa kala itu.
Berbagai usaha mereka tempuh. Usaha yang sifatnya mandiri dapat kita lihat dari banyaknya kegiatan les yang mereka ikuti di berbagai lembaga kursus. Belum lagi usaha yang dilakukan oleh sekolah dengan les-lesnya yang dilakukan secara intensif.
Sungguh membuat hati kita trenyuh… betapa perjuangan mereka begitu keras untuk memperoleh suatu predikat dan prestasi “lulus UN”
Namun apa yang terjadi ketika pelaksanaan ujian akan dilaksanakan? Ternyata peningkatan kecemasan pada siswa berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Inilah kemudian yang menyebabkan munculnya perilaku-perilaku irrasional pada siswa ...
peserta UN. Mereka lebih percaya pada beredarnya SMS yang berisi kunci jawaban soal UN yang tidak jelas sumbernya ketimbang percaya terhadap apa yang telah mereka peroleh selama ini dari sekolah maupun lembaga-lembaga kursusnya. Ironis dan menyedihkan . Lalu apa yang salah selama ini? Kenapa kepercayaan diri pada siswa begitu cepatnya merosot?
Untuk dapat menjawab masalah ini tentu kita harus berfikir secara menyeluruh. Artinya tidak semata-mata kita melihat dari kacamata siswa, tetapi juga dari sisi gurunya. Boleh jadi siswa kurang sepenuhnya yakin akan kemampuan analisis pengajarnya terhadap tips dan trik mneghadapi UN.( maaf tidak bermaksud meremehkan kemampuan guru)
Ujian nasional merupakan pesta akhir tahun bagi para siswa kelas 12 atau 9 atau 6, dan ini selalu berulang. Tentu kita tidak ingin melihat kecemasan itu berulang pada siswa kita bukan?
Apa langkah yang akan kita berikan pada para siswa sehingga rasa percaya dirinya dalam menghadapi UN meningkat dan tidak mudah terpengaruh.
Berikut beberapa tips yang mungkin dapat membantu :

1. Bimbingan Belajar yang Intensif (bukan frekwensi tatap muka, tetapi kualitas materi).
Bimbel sebenarnya harus mampu menjadi sarana untuk lebih mengintensifkan proses penguasaan materi ajar. Namun dalam kenyataannya, masih sedikit yang arahnya sepeti itu. Bahkan di beberapa sekolah yang masih dalam pengamatan saya, kegiatan ini malah disalah gunakan oleh para siswa. Kegiatan ini lebih banyak digunakan untuk “mejeng” dengan menampilkan berbagai gaya fashionnya. Akibatnya bukan nuansa bimbel yang dirasakan tetapi lebih cenderung pada nuansa fashion show. Sekolah yang masih mendapati perilaku siswa seperti ini harus lebih tegas dalam menerapkan aturannya. Kalau perlu saat bimbel ditetapkan ketentuan seragamnya.

2. Lengkapi Koleksi Bahan Ajar.
Untuk meningkatkan layanan pada siswa terkait dengan bahan/materi belajar tidak cukup rasanya kalo hanya mengandalkan sedikit referensi. Semakin banyak referensi yang digunakan akan semakin lengkap bahan yang dapat diberikan kepada para siswa. Tentu hal ini akan memberikan dampak positif lebih kepada mereka.
Perlu dimaklumi bersama bahwa pembuat naskah soal UN bukan guru yang mengajar di kelasnya. Kita para guru hanya diberikan rambu-rambu materi dan ruang lingkup soal dalam bentuk SKL. Referensi mana yang dipakai pembuat soal kita semua tidak tahu secara pasti. Kita hanya tahu bahwa kurikulum yang digunanaknya saja. Selebihnya tidak dapat tahu.

3. Berikan materi ajar lebih (pendalaman materi).
Ibarat seorang guru karate. Jangan ada jurus yang masih disimpan. Berikan semua jurus yang kita miliki kepada murid-murid kita, karena kita tak akan pernah tahu jurus ke berapa sseeorang akan menyerang murid kita. Inilah analogi siswa ketika menghadapi UNAS.
Seorang guru yang bijak, tentu akan memberikan materi ajar yang tidak semata-mata hanya mengandalkan apa yang terdapat dalam buku referensi yang ada di tangannya, tetapi harus lebih banyak menggali informasi-informasi terkait dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Pahami SKL (Standar Kompetensi Lulusan) dengan seksama.
Dalam setiap menghadapi UN, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas telah memberikan rambu-rambu yang berupa SKL. Bahan ini tidak semata-mata untuk kepentingan siswa tetapi lebih diperuntukkan bagi guru dalam mengarahkan bagaimana siswa mempelajari suatu materi bahan ajar yang akan diujikan kelak. Jadi SKL harus menjadi pedoman bagi seorang guru.
Tidak mudah memang untuk sampai pada pemahaman ini. Perlu dilatih, perlu ketelitian dan juga kejelian. Dan inimerupakan bagian yang sangat penting, mengingat di dalam SKL tersebut sebenarnya telah tersirat soal-soal UN yang akan diujikan.

5. Manfaatkan Teknologi dan Komunikasi Global
Dengan semakin majunya dunia teknologi, komunikasi secara global akan semakin mudah dan lancar. Semua informasi akan mudah kita hadirkan dihadapan kita. Dunia kependidikan kita saat ini telah memberikan ruang yang cukup bagi para guru untuk saling berkomunikasi, untuk saling berbagi dalam berbagai hal termasuk bagaimana membantu para siswa menghadapi UN. Disini kita dapat memperoleh dan berbagi soal misalnya. Di sini kita dapat berbagi pengalaman, dll.

6. Jangan Menakuti Siswa Berlebihan
Sering kita temukan di sekolah-sekolah untuk lebih meningkatkan partisipasi belajar siswanya… tidak sedikit yang menggunakan warning tentang sulitnya UN.
Kalau itu mau dijadikan satu dari sebagian model untuk meningkatkan kesungguhan belajar siswa dan masih dalam batas toleransi … tidak masalah. Tapi jika model itu selalu disuguhkan pada para siswa…wah itu yang berbahaya.
Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda beda dalam menanggapi setiap warning dari sekolahnya. Ada diantara mereka yang karena ingin membuktikan kemampuannya ia bangkit terpacu untuk membuktikan bahwa ia bisa. Namun tidak sedikit yang malah kemudian putus asa menanggapi warning itu. Nahk karena jumlah kelompok kedua ini lebih dominan, maka hati-hatilah memberikan warning seperti itu.

7. Berikan Succes Story Process
Sering kita kurang memperhatikan lingkungan sekitar dengan cermat, padahal di situ tidak menutup kemungkinan akan ditemukannya pelajaran-pelajaran berharga secara langsung. Kesuksesan-kesuksesan seseorang tidak datang serta merta. Semua dilakoninya dengan proses panjang. Perjuangan yang berat. Berikan kepada siswa cerita-cerita perjuangan mereka hingga menjadi sukses. Ajak para siswa memahami proses menjadi sukses. Bukan mengajak melihat kesuksesannya.

8. Ajak berfikir kritis dan jernih
Kondisi anak saat menghadapi pelaksanaan ujian kurang lebih risaunya sama seperti saudara kita di Situ Gintung saat menerima cobaan beberapa waktu lalu. Bisa kita bayangkan kondisi kejiwaan mereka saat itu. Tidak heran jika saat itu kita menjumpai diantara warga yang irrasional dalam melewati situasi yang menimpanya. Mengapa? Ya… kemungkinan jawaban yang dapat kita berikan adalah karena ketidaksiapan menghadapi cobaan yang datang tiba-tiba. Sekali lagi ketidaksiapan ketika itu. Situ gintung… kejadiannya mendadak dan begitu cepat.
Bagaimana dengan para siswa? Siapkah mereka secara fisik dan psikisnya? Atau hanya kesiapan semu?
Sekiranya mereka siap dalam arti yang seutuhnya, tentu dia tidak mudah terpengaruh dengan berbagai isu yang tidak jelas datang dan juntrungannya. Tidak mudah terpengaruh dengan beredarnya SMS liar yang berisi jawaban UN.
Mengapa hingga saat ini masih banyak yang percaya akan hal itu dan malahan masih banyak yang mengandalkan hal itu untuk menghadapi UN? Sungguh ironis bukan?
Oleh karenanya, kita sebagai guru harus mampu membangunkan dan mengembangkan rasa percaya diri bagi setiap siswa kita. Jangan terulang, UN tercoreng karena siswa mengharapkan beredarnya SMS gelap. Kependidikan di negeri ini bukan dibangun dengan pondasi SMS, tetapi dibangun dengan akal dan pemikiran jernih serta rasional.

9. Jalin komunikasi Intensif dengan Orangtua Siswa
Sekolah dalam melayani siswa kurang dari 9 jam setiap harinya, tentu hal ini kurang cukup untuk memantau semua aktivitas siswa. Oleh karenanya kumunikasi yang baik dengan pihak orangtua baik komunikasi yang bersifat kelembagaan maupun non kelembagaan harus ditingkatkan. Kondisi anak dalam situasi apa pun harus diketahui para orangtua. Terlebih jika siswa dalam kondisi bermasalah.

10. Berserah diri pada-Nya
Setelah semua ihtiar diupayakan sedemikian rupa, tentu sebagai makhluk yang berkeTuhanan, sudah seharusnya semua itu kita serahkan kepadaNya. Kita hanya bergerak pada dimensi usaha, Allah lah yang berada dimensi pemberi keputusan.


Wallahu’alam

Ismail-Dedeh

Baca Selengkapnya ..
Terima kasih atas kunjungannya ya....

Kalo ada waktu mampir lagi donk .... :)