3/27/2009

Membangun Visi Siswa


Setelah lembar halaman demi lembar halaman buku ESQ saya bolak balik dan saya baca, sampailah saya menemukan halaman yang sungguh menyentuh hati saya. Halaman itu membahas tentang pengelompokan manusia menurut visinya. Sungguh kaget memang. Rasa tak percaya… namun setelah saya merenung lebih dalam ternyata apa yang saya rasakan tadi sungguh diluar dugaan… semuanya itu ada di sekitar saya. Dan dari tulisan itu pula kemudian saya mencoba merenung lebih jauh lagi, lalu koreksi pada diri sendiri… termasuk kategori manakah saya ini.
Apakah yang selama ini saya lakukan masuk kelompok pertama, kedua, ketiga... atau yang keempat?
Visi. Apakah visi itu?
Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa visi merupakan pandangan ke depan. Jika pandangan mata secara fisik hanya mampu melihat dengan jangkauan terbatas, maka visi adalah pandangan tanpa batas yang mampu menembus ruang dan waktu. Visi merupakan pembimbing dalam kehidupan kita.
Siapa saja yang berada di kelompok pertama, kedua, ketiga, dan keempat?
Menurut Maxwell, berdasar visinya manusia dikelompokkan menjadi 4 tingkatan, yaitu :

1. Orang yang tidak memiliki visi, mereka ini pengembara.

2. Orang yang memiliki visi, tetapi tidak mampu untuk mewujudkannya sendiri. Mereka ini dikelompokkan sebagai pengikut.

3. Orang yang memiliki visi dan mengejarnya. Mereka ini termasuk manusia peraih prestasi.

4. Orang yang memiliki visi, mengejarnya, dan membantu orang lain melihatnya. Nah tingkatan ini merupakan tingkatan yang tidak semua orang bisa untuk melakukannya. Karena mereka ini adalah tipe pemimpin (bukan pimpinan).

Lebih jauh dijelaskan bahwa orang yang tidak bervisi, umumnya akan selalu bercerita hal-hal negatif tentang orang lain dan cenderung punya sifat yang kurang empati.
Bagi mereka yang telah mampu melihat visi tetapi tidak pernah mengejarnya atau tidak mampu mengejarnya, umumnya lebih suka bercerita pada hal-hal tentang peristiwa-peristiwa yang biasa ia alami atau apa saja yang mereka lihatnya. Omongan orang ini tidak berbobot, suka membanggakan diri atau bagian dari dirinya, dan suka menyalahkan pihak lain.
Manusia pada tingkatan ketiga, mereka lebih senang berdisikusi tentang masa depan, berpikir positif, dan selalu aktif dan bersemangat. Mereka ini selalu berpemikiran bahwa apa yang ia capai hari ini adalah hasil masa lalunya ... dan apa yang ia lakukan hari ini adalah untuk masa depannya.
Pada tingkatan yang guru harus bisa menempatinya.
Guru,... ya sekali lagi guru, seseorang yang patut digugu dan ditiru, dan bukan wagu lan saru (aneh dan tak pantas dicontoh) adalah sosok yang harus mampu membaca visi dan tidak semata-mata menempati tingkatan ketiga tetapi lebih dari itu harus mampu berada pada posisi ke-4.
Harus menjadi pemimpin... pemimpin bagi diri sendiri dan bagi para siswanya.
Sebagai pemimpin bagi peserta didik, guru harus bisa membantu para siswa dalam melihat dan mewujudkan visinya. Yakinlah bahwa setiap peserta didik kita memiliki visi, dan visi yang mereka ingin wujudkan adalah cita-cita yang selama ini terukir dalam hatinya. Guru sebagai praktisi pendidikan harus mampu menjadi agen penyederhana visi jangka panjang siswa. Guru harus bisa membagi visi jangka panjang tadi menjadi visi-visi jangka pendek yang dapat dicapai para siswa.
Doa adalah visi. Ya...doa adalah visi. Karena dalam doa itu segala cita dan pengharapan ada di sana. Ketika Rasul Muhammad SAW berkata:” Mulailah dengan doa.” artinya mulailah segala kegiatan kita dengan visi.
Ketika kita berdoa kepada Allah mohon kebaikan kehidupan di dunia dan kebahagian di akherat, itu artinya kita telah menancapkan satu visi jangka panjang di kehidupan kita. Dan tentunya visi itu harus kita upayakan agar terwujud. Aktivitas mana saja yang dapat mendukung terwujudnya doa itu tadi?
Tidak setiap siswa memiliki kemampuan untuk melihat, membaca dan memecahkan misteri visi jangka panjangnya. Para siswa perlu bimbingan kita. Kepasrahan mereka dan keputusasaan mereka selama ini terhadap visinya itu lebih diakibatkan oleh karena kurang kuatnya keyakinan diri dalam mencapai visi tersebut dan sekaligus minimnya pemahaman mereka terhadap upaya-upaya untuk mewujudkannya.
Disinilah kita akan memulai membantunya, memberikan keyakinan penuh bahwa mereka mampu meraihnya. Pecahlah visi jangka panjang mereka menjadi visi jangka pendek yang bisa diraih satu persatu secara rasional. Bimbing mereka untuk menentukan target –target jangka pendek dan tunjukkan bagaimana cara mencapainya. Hanya dengan langkah seperti ini semangat mereka akan tumbuh... akhirnya visi jangka panjangnya akan tercapai.
Dan inilah sesungguhnya tugas dan tanggung jawab pahlawan tanpa tanda jasa itu... pemimpin yang digugu dan ditiru.

Wallahu’alambishowab.

Baca Selengkapnya ..

SOSIALISASI INTERNET MOBILE (SOLUSI CEPAT MENGATASI KETERTINGGALAN INFORMASI) DALAM MEMACU PENINGKATAN SDM



Setelah berulangkali saya melakukan browsing ke berbagai situs pendidikan yang ada di luar Kabupaten dimana saya tinggal, hati saya kemudian bertanya-tanya, dapatkah pendidikan di Kabupaten saya akan maju seperti mereka?
Pertanyaan ini selalu muncul setiap kali saya browsing dan kemudian melihat kemajuan dunia pendidikan di daerah lain. Menangis, dan sekaligus prihatin sebenarnya hati saya melihat kenyataan ini. Mengapa tidak? Sudah memasuki di tahun yang ke-18 saya berada di dunia pendidikan namun kenyataannya, kemajuan yang diperoleh belum seprogresif bila kita bandingkan dengan saudara-saudara kita di tempat lain.
Kapankah ini akan terwujud?
Memang di era reformasi seperti sekarang ini, dunia pendidikan sudah tidak sama lagi seperti ketika saya masih bersekolah dulu. Berbagai kepentingan sekarang nimbrung ...
dalam kegiatan kependidikan kita. Padahal dalam dunia kependidikan itu seharusnya bersih dari berbagai kepentingan kecuali hanya satu yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berlandaskan nilai-nilai dasar negara dan amanat undang-undang dasar 1945.
Terlepas dari carut-marutnya dunia pendidikan kita, beberapa waktu lalu saya mencoba menggandeng PT. Telkomsel Pontianak untuk melakukan sosialisasi pemanfaatan jaringan internet mobile ke teman-teman guru dan kepala sekolah guna membantu percepatan pendidikan melalui akses informasi.
Peserta kita ajak secara bersama-sama memikirkan kemajuan pendidikan di kab.pontianak melalui pemanfaatan internet untuk kepentingan pendidikan.
Diantara yang kita undang adalah dari SD, SMP/MTS, SMA/MA/SMK di sekitar kota Mempawah.
Cukup meriah kegiatan tersebut. Ada hadir dalam keiatan tersebut tim PT telkomsel, Ketua Komite SMA 2, Drs. H Rubijanto dan Kepala sekolah.
Mengapa kegiatan ini saya gerakkan?
Saya menyadari betul bahwa penguasaan informasi adalah kunci utama dalam meraih suatu sukses. Sekolah-sekolah di kabupaten kita tercinta ini sebagian besar belum bisa melakukan akses ini. Hal ini mengingat keterbatasan sarana dan prasarana yang ada di sekolah masing-masing.
Kenyataan seperti ini sungguh membuat hati saya bertanya-tanya, apa yang bisa saya lakukan untuk teman-teman saya? Penguasaan Informasi itu penting.
Contohnya ketika kita akan bertanding. Bagaimana kita akan menang dalam suatu kompetisi sementara kita tidak tahu sama sekali kekuatan lawan kita. Bagaimana kita akan tahu kekuatan dan kelemahan lawan sekiranya kita sendiri tidak bisa mengakses nformasi lawan kita.
Bagaimana kita akan melalukan akselerasi kependidikan di sekolah kita masing-masing sementara kita tidak punya pembanding apapun. Dan pembanding itu tidak hanya cukup dengan studi banding semata. Yang lebih penting adalah informasi global yang kita kumpulkan.
Jadi harapan kedepan adalah dengan penguasaan informasi ini nanti, maka sekolah-sekolah di daerah kita tercinta ini akan segera bangkit dan berbenah diri, dan tidak perlu menunggu perintah. Dan ini lah yang dalam pelajaran itu kita sebut insan VISIONER.
Dari kegiatan yang berlangsung singkat tersebut, harapan saya adalah terbukanya wawasan baru bagi teman-teman di lapangan akan pentingnya dunia informasi.
Akses internet tidak hanya menjadi hak warga kota yang bisa dijangkau oleh layanan telpon kabel atau speedy, tetapi dengan kemajuan teknologi komunikasi, kawan-kawan ku yang daerahnya cukup jauh dari jangkauan sarana tersebut mereka bisa mengakses informasi sebagaimana saudara-saudaranya yang di kota.
Sebuah kegiatan kecil untuk teman-teman di lapangan yang telah saya usahakan.
Hanya kepada Allah lah semua aktivitas yang saya lakukan ini saya serahkan.
Majulah pendidikan di daerah kita tercinta ini.
Jadilah insan seperti harapan Ki Hajar Dewantara “ ING NGARSO SUNG TULODHO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUTWURI HANDAYANI” Amiin.

Ismail. SMA 2 Mempawah

Baca Selengkapnya ..

3/16/2009

GAYA BELAJAR SISWA


Di kalangan pendidik telah dipahami bahwa setiap peserta didik memiliki berbagai macam cara dalam belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Anak seperti ini menyenangi penyajian materi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang gurunya katakan saat belajar tersebut. Selama belajar anak seperti ini biasanya diam dan tidak terganggu dengan kebisingan. Gaya seperti ini dinamakan gaya belajar visual.
Berbeda dengan anak yang memiliki gaya belajar bersifat auditori. Anak seperti ini umumnya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan dan melakukan apa yang dilakukan oleh gurunya termasuk membuat catatan. Anak dengan gaya seperti ini mengandalkan kemampuan mengingatnya dan pendengarannya.
Gaya belajar kinestetik, anak pada kelompok ini dalam kegiatan belajarnya akan melibatkan diri secara langsung. Mereka cenderung kurang sabaran, semaunya sendiri. Cara belajar mereka akan terlihat sembarangan dan tidak karuan.
Menurut hasil penelitian Grinder (1991) dinyatakan ....

bahwa dari 30 siswa dalam kelas, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama guru berada dalam kelasnya selama guru tersebut dapat mengombinasikan ke-3 gaya belajar tersebut. Sisanya lebih menyenangi salah satu dari ke-3 gaya belajar tersebut. Sehingga kelompok yang 8 ini harus berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran yang sesuai dengan cara yang mereka sukai. Oleh karenanya pengajaran dalam kelas harus bersifat multisensori dan penuh dengan variasi.
Schroeder,dkk (1993) menyatakan bahwa yang dalam pembelajarannya menerapkan indikator Myer-Briggs tidak hanya para mahasiswa yang menyenanginya, anak-anak sekolah menengah pun juga demikian. Dalam indikator tersebut, penyajian materi ajar lebih pada materi-materi praktis yang berorientasi langsung di lapangan ketimbang teori-teori atau hanya konsep–konsep semata. Anak sekolah menengah lebih senang belajar dengan pola aktif dari pada kegiatan-kegiatan yang hanya bersifat reflektif abstrak.
Dari penelitian ini lalu disimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa saat ini.
Kombinasi belajar : diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi dan studi kasus haruslah sering kita hadirkan dalam kelas.
Secara khusus Schroeder menyatakan bahwa siswa masa kini ”dapat beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelopmpok dan belajar bersama”
Dalam perkembangan seperti sekarang ini, menurutnya temuan-temuan semacam itu tidaklah mengejutkan bagi dunia pendidikan. Saat ini para siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dengan banyak pilihan yang tersedia. Banyak peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lainnya.

Ditulis kembali : Dedeh Mintarsih (SMA 2 Mempawah)
(dikutip dari ”Active Learning 101 cara belajar siswa aktif, Melvin Silberman, Nusamedia)

Baca Selengkapnya ..

3/14/2009

MULTI KECERDASAN

Sebagai orang tua, tidak salah jika menginginkan anaknya menjadi bintang kelas di sekolahnya, selalu mendapatkan ranking di setiap akhir semester saat pembagian rapor, atau paling tidak sang anak mendapat peringkat lima besar di kelasnya. Suatu prestise tersendiri bagi sebagian orang tua manakala sang anak dapat mewujudkan impian sang orang tua.
Disadari atau tidak, kenyataan tidak selalu menunjukkan demikian. Tidak semua anak dapat mewujudkan keinginan orang tuanya. Sehingga tidak sedikit dari orang tua kemudian sedikit agak resah sehubungan dengan prestasi yang diraih anak-anaknya apabila saat pembagian rapor tidak dipanggil oleh wali kelas atau siapa untuk maju menggambil piagam penghargaan prestasi.
Sebenarnya hal itu tidak perlu kita resahkan sekiranya kita memahami tentang apa yang sebenarnya disebut dengan anak cerdas. Anak cerdas tidak semata-mata kalau nilai rapornnya memiliki rata-rata nilai yang tinggi. Mungkin saja terjadi A memiliki nilai rapor dengan rata-rata dibawah nilai rata-rata B. Tetapi belum tentu kita katakan bahwa A memiliki kecerdasan yang rendah. Coba kita perhatikan dalam realita di lapangan.
...
Nah kalau demikian seperti apa konsep cerdas yang sebenarnya itu?
Dalam teori Multiple Intelligence, setiap orang akan memiliki minimal 1 kecerdasan dari beberapa kecerdasan yang Tuhan telah siapkan untuknya. Dan sangatlah sedikit orang yang dalam dirinya diberikan beberapa kecerdasan secara bersama-sama, dan kecerdasan tersebut berkembang dengan baik.
Ingat… sering kita mendengar istilah anak dengan multi talenta? Kata itu tentu tidak akan kita temukan pada setiap anak.
Dari contoh dua anak di atas, boleh jadi A kemampuan olahraganya yang tinggi, sementara kemampuan lain rendah. Dalam konteks ini A juga dapat kita sebut sebagai anak cerdas, tetapi cerdas dalam bidang kinestetik dan bukan cerdas dalam kecerdasan lain misalnya logita dan matematika atau kecerdasan linguistik, dan seterusnya. Masih banyak kita temukan kasus-kasus lain yang serupa. Anak kemampuannya akademiknya biasa saja, tetapi kemampuan memimpin kawannya cukup baik malah kadang-kadang melebihi kawan yang lain. Anak seperti ini juga terkategorikan sebagai anak cerdas tetapi cerdas interpersonal.
Ada 8 ranah kecerdasan yang Tuhan berikan pada manusia (menurut teori Multiple Intellegence) antara lain :

1. Kecerdasan Linguistik (kecerdasan dalam berbahasa).
Tidak setiap anak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Ada anak yang pandai untuk mengungkapkan ide dan gagasannya dengan menggunakan kalimat yang baik dan komunikatif tetapi juga tidak sedikit anak yang mengungkapkan ide dan gagasannya dengan kalimat yang berbelit-belit dan kadang kadang tidak dapat dimengerti inti pembicaraannya. Anak yang pertama dalam contoh ini memeliki kecerdasan lingustik yang berkembang dengan baik.

2. Kecerdasan Matematika dan Logika;
Anak yang memiliki kecerdasan seperti ini akan memiliki kemampuan yang lebih dalam cara berfikir abstrak, terstruktur. Ia selalu berpikir sistematik, tertata dan penuh dengan perencanaan yang sangat matang. Semua keputusan yang diambil selalu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan menyeluruh.

3. Kecerdasan Visual dan Spasial;
Dalam kecerdasan ini, anak akan belajar dengan baik jika sarana pembelajaran yang digunakan dapat memvisualisasikan apa yang sedang dipelajari. Gambar, grafik dan bahkan gerakan-gerakan tertentu akan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar.

4. Kecerdasan Musik;
Anak yang memiliki sentuhan kecerdasan ini memiliki ketrampilan-ketrampilan lebih yang berkaitan dengan suasana keindahan, terutama nuansa musik Anak kategori ini mampu menikmati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan berbagai bentuk musik.

5. Kecerdasan Interpersonal;
Pintar berkomunikasi, mudah bergaul, mampu menjadi mediator yang baik. Mampu mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain.

6. Kecerdasan Intrapersonal;
Kemampuan memotivasi diri sendiri, mengerti siapa dirinya, mengerti dan sangat memperhatikan etika hidup. Semua kecerdasan ini berhubungan dengan kesadaran tentang diri sendiri baik memahami kekuatan potensi diri atau memahami kekurangan-kekurangan yang dimiliki.

7. Kecerdasan kinestetik;
Kecerdasan ini meliputi kemampuan pengendalian fisik,trampil dalam suatu pekerjaan, dan yang sejenisnya.

8. Kecerdasan naturalis;
Kecerdasan mencintai lingkungan, berinteraksi dengan tumbuhan dan hewan, mampu menggolongkan suatu obyek.

Bagi setiap pendidik, ke-8 kecerdasan tersebut harus selalu dipahami.
Di sekolah, dalam kelas, kedelapan kecerdasan ini tidak akan melekat pada setiap siswa secara bersama-sama. Oleh karenanya, sekolah harus faham benar tentang hal ini.
Sebagai konsekwensi atas kesadaran ini, sekolah harus mampu memberikan ruang yang cukup bagi para siswa untuk dapat mengembangkan multi kecerdasan yang menjadi potensi diri bagi setiap siswanya.
Jika hal ini dilakukan, maka potensi yang ada pada siswa akan tumbuh dengan baik seirama dengan pertambahan umur mereka. Dan ini yang sebenanya ditunggu-tunggu para orang tua siswa. Anak dapat berkembang kecerdasannya sesuai potensi masing-masing. Sekolah adalah taman yang indah, disanalah bunga-bunga harus tumbuh dengan sifat dan ciri serta keunikan masing-masing.
Tidak akan mungkin kita memperlihatkan gambar angka dan gambar burung pada koin secara bersama-sama pada satu orang. Kalau kita menampilkan gambar angka, maka gambar di sisi lain pada koin tersebut tidak terlihat, begitu sebaliknya.

Wallahu’alam bishawab.

Baca Selengkapnya ..

Interpretasi Hasil Analisis "ITEMAN"

Melanjutkan tulisan saya beberapa waktu lalu yang berjudul : “ANALISIS BUTIR SOAL DENGAN ITEMAN”, dan sekaligus memenuhi janji saya tentang interpretasi hasil pengolahannya, maka tulisan ini khusus berisi hal-hal yang berkaitan dengan hasil pengolahan data tersebut. Mengingat hasil pengolahan nilai tidak dapat dicantumkan bersama dengan tulisan ini, maka diharapkan Bapak/Ibu sudah mendownload lebih dahulu hasil pengolahan nilai yang tertera di samping yaitu file OUTPUT1 untuk hasil pengolahan analisis butir soal dan OUTPUT2 untuk score perolehan nilai siswa.

Semua interpretasi data ini, mengacu pada data yang tertulis pada tulisan saya sebelumnya, yaitu jumlah soal yang akan dianalisis sebanyak 15 soal (lihat tulisan sebelumnya)
Adapun interpretasi data yang pertama adalah tentang hasil analisis butir soal:

1. Seq.No ; Nomor urut butir soal dalam file data.

2. Scale-Item; Nomor urut butir soal dalam skala.

3. Prop.Corect; Tingkat kesukaran soal. Nilai mendekati nol atau satu menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu sulit atau terlalu mudah.

4. Biser; Daya pembeda soal dengan koefisien korelasi biserial. Nilai positif menunjukkan bahwa peserta tes menjawab benar butir soal memiliki skor tinggi, sebaliknya kalo negatif bahwa peserta tes memperoleh skor yg relatif rendah. Korelasi biserial negatif tidak dikehendaki untuk kunci jawaban dan dikehendaki untuk pengecoh (alternatif jawaban yang salah).

5. Point-biser; indeks daya pembeda soal dan pilihan jawaban dengan koefisien korelasi poin-biserial. Penafsiran untuk ini sama seperti dalam menafsirkan poin 4 di atas.
• Nilai -9.000 menyatakan statistik soal tidak bisa dihitung. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada peserta tes yang menjawab soal atau memilih jawaban tersebut.
• Statistik pilihan jawaban dan butir soal informasinya sama. Bedanya adalah untuk pilihan jawaban dihitung secara terpisah. Tanda (*) pada pilihan jawaban menunjukkan kunci jawaban.

SKALA STATISTIK :

1. N of items; Jumlah butis soal dalam skala tes.

2. N of examines; Jumlah peserta tes yang dianalisis.

3. Mean; rata-rata skor peserta tes.

4. Variance; Sebaran skor peserta tes.

5. Std.Dev ; Standard deviasi dari distribusi skor peserta tes.

6. Skew; Kemiringan distribusi skor peserta tes. Kemiringan negatif menunjukkan bahwa sebagian besar skor berada di bagian atas (skor tinggi) dari distribusi skor. Hal ini berlaku sebaliknya. Yaitu kemiringan positif. Untuk yang kemiringannya NOL menunnjukkan bahwa skor berdistribusi simetris di sekitar rata-rata.

7. Kurtosis; Puncak distribusi. Nilai positif menunjukkan distrbusi yang lebih lancip dan untuk negatif lebih landai. Sedang distribusi normal kurtosisnya nol

8. Minimum ;Skor terrendah peserta tes.

9. Maksimum; Skor tertinggi peserta tes.

10. Median; Skor tengah.

11. Alpa; Koefisien reliabilitas alpha, yang merupakan indeks homogenitas tes. Koefisien ini hanya cocok untuk mengukur pada tes yang bukan mengukur kecepatan tetapi hanya mengukur single-trait.

12. SEM; Kesalahan pengukuran standard untuk setiap tes.

13. Mean P; Rata-rata tingkat kesukaran semua butir soal dalam tes secara klasikal.

14. Mean Item-Tot; Nilai rata-rata indeks daya pembeda dari semua soal dalam tes.

15. Mean-Biserial; Rata-rata indeks daya pembeda.

16. Scale intercorrelation; indeks korelasi antarskor peserta tes yang diperoleh dari setiap subtes.

17. CHECK THE KEY D was specified, C works better (lihat nomor5); Kita diminta untuk memeriksa kembali altertanif jawaban soal. Kunci soal D, tetapi dilapangan banyak siswa yang memilih jawaban C. Untuk itu silahkan periksa kembali item soalnya kenapa bisa seperti itu?. Kalau kunci jawaban ini ingin dipertahankan yaitu kunci D, maka perbaiki soal tersebut.

Semoga ada manfaatnya. Ismail, SMA 2 Mempawah

Referensi : Pedoman penggunaan “Iteman”, Pusat Penilaian Balitbang Depdiknas, 2007

Baca Selengkapnya ..
Terima kasih atas kunjungannya ya....

Kalo ada waktu mampir lagi donk .... :)